Antara Gelembung Utang dengan Retorika Mampu Bayar: Info yang Menyesatkan?

Avatar photo

- Pewarta

Minggu, 29 Januari 2023 - 05:19 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Ilustrasi utang. (Dok. Indonesia.go.id)

Ilustrasi utang. (Dok. Indonesia.go.id)

Oleh: Anthony BudiawanManaging Director PEPS (Political Economy and Policy Studie)

EKONOMINEWS.COM – Utang pemerintah Indonesia, di bawah pemerintahan Jokowi, dibantu Menteri Keuangan Sri Mulyani, naik pesat. Naik dua kali lipat dalam delapan tahun, terhitung 2014 hingga 2022.

Utang pemerintah Indonesia pada akhir tahun 2014 hanya Rp2.609 triliun. Tetapi kemudian melonjak menjadi Rp7.734 triliun pada akhir tahun 2022. Atau naik Rp5.125 triliun, selama delapan tahun.

ADVERTISEMENT

RILISPERS.COM

SCROLL TO RESUME CONTENT

Tetapi, rakyat tidak perlu khawatir. Kita mampu bayar! Begitu kata Menteri Keuangan.

Apa? Kita mampu bayar? Pemerintah mampu bayar utang yang terus menggelembung itu? Apa iya?

Ucapan Menteri Keuangan terdengar meyakinkan, tapi juga seperti dongeng, atau sebatas retorika?

Karena, kalau pemerintah mampu bayar utang, kenapa jumlah utang malah naik terus? Kalau pemerintah mampu bayar utang, kenapa pajak (PPN) dinaikkan? Demikian anomali pernyataan Menteri Keuangan, yang dirasakan oleh rakyat.

Sepertinya, pernyataan “kita mampu bayar utang” mempunyai maksud pembenaran untuk menambah utang?

Karena, menurut APBN 2023, pemerintah akan menambah utang lagi pada tahun ini, jumlahnya cukup fantastis, sekitar Rp700 triliun. Apakah karena itu keluar pernyataan retorika “kita mampu bayar (utang)”?

Karena, faktanya, pemerintah selama ini tidak pernah membayar utang, dari kantong sendiri: dari pendapatan negara atau APBN.

Artinya, pemerintah selama ini membayar utang yang jatuh tempo dari utang lagi: utang lama yang jatuh tempo dibayar dengan menarik utang baru.

Bukan itu saja, pemerintahan Jokowi selama berkuasa juga tidak pernah membayar bunga utang dari kantong sendiri. Artinya, pemerintahan Jokowi selama ini membayar bunga utang dari menarik utang baru.

Jadi, dari mana datangnya optimisme dan keyakinan Menteri Keuangan, bahwa Indonesia mampu membayar utang?

Karena, faktanya, utang pemerintah dan bunganya tidak pernah dibayar dari pendapatan negara, tetapi dari gali utang baru.

Di lain sisi, faktanya, keuangan negara semakin tertekan. Beban bunga utang pada tahun 2022 sudah mencapai 19 persen dari total penerimaan perpajakan.

Rasio ini naik dibandingkan dengan tahun 2019, sebelum pandemi, yang hanya 17,8 persen.

Padahal, penerimaan perpajakan tahun 2022 naik pesat, akibat kenaikan harga komoditas yang tinggi.

Rilisbisnis.com mendukung program publikasi press release di media khusus ekonomi & bisnis untuk memulihankan citra yang kurang baik ataupun untuk meningkatan reputasi para pebisnis/entrepreneur, korporasi, institusi ataupun merek/brand produk.

Padahal, sebagian beban bunga utang juga sudah ditanggung oleh Bank Indonesia, dengan “mencetak uang”, yang digunakan untuk membeli surat utang negara (di pasar primer), tanpa bunga.

Kemudian, utang pemerintah yang jatuh tempo pada 2022 mencapai Rp443 triliun, atau sekitar 21,8 persen dari penerimaan perpajakan.

Dengan demikian, beban bunga ditambah cicilan pokok utang yang harus dibayar pada 2022 sudah mencapai 40,8 persen dari penerimaan perpajakan.

Rasio yang tinggi tersebut sebenarnya sudah mencerminkan pemerintah sulit, atau bahkan tidak mampu, membayar kewajiban beban bunga dan pokok utang yang jatuh tempo.

Akibatnya bunga dan pokok utang dibayar melalui penarikan utang baru. Ditambah, bantuan “cetak uang” dari Bank Indonesia, ditambah menaikkan pajak PPN.

Jadi, “Indonesia mampu bayar (utang)” hanya sebatas retorika dan dongeng, yang hanya bisa terjadi kalau masih ada pihak yang mau memberi utang?

Atau pemerintah harus minta “perlindungan” dari Bank Indonesia, dengan “mencetak uang”. Atau membebani rakyat dengan menaikkan pajak!***

Berita Terkait

Pasar Saham RI Bangkit: CSA Index Cetak Rekor Baru Pasca Pemilu dan Sinyal BI Stabil
Daftar Lengkap Sejumlah Konglomerat Korea Selatan yang Meraup Keuntungan dari Indonesia
Dampak Perang Tarif Amerika Serikat Terhadap Bisnisnya dan Perekonomian Indonesia Diungkap BRI
Efektif untuk Pemulihkan Nama Baik, Sapulangit PR dan Persrilis.com Bisa Tayangkan Ribuan Press Release
1,2 Juta AgenBRILink Jangkau 88% Wilayah Indonesia, BRI Hadirkan Layanan Keuangan Hingga ke Pelosok Negeri
Inilah Kisah Sukses Konglomerat dan Politisi Tionghoa Murdaya Widyawimarta Po yang Tutup Usia di 84 Tahun
Gantikan Sunarso, RUPST BRI Sepakati Pengangkatan Direktur Utama yang Baru Hery Gunardi
TIENS Indonesia Wujudkan Komitmen Kepedulian Sosial Melalui CSR Ramadhan #HopeForHumanity

Berita Terkait

Rabu, 7 Mei 2025 - 16:51 WIB

Pasar Saham RI Bangkit: CSA Index Cetak Rekor Baru Pasca Pemilu dan Sinyal BI Stabil

Rabu, 30 April 2025 - 16:04 WIB

Daftar Lengkap Sejumlah Konglomerat Korea Selatan yang Meraup Keuntungan dari Indonesia

Rabu, 30 April 2025 - 13:20 WIB

Dampak Perang Tarif Amerika Serikat Terhadap Bisnisnya dan Perekonomian Indonesia Diungkap BRI

Senin, 28 April 2025 - 13:54 WIB

Efektif untuk Pemulihkan Nama Baik, Sapulangit PR dan Persrilis.com Bisa Tayangkan Ribuan Press Release

Kamis, 24 April 2025 - 14:00 WIB

1,2 Juta AgenBRILink Jangkau 88% Wilayah Indonesia, BRI Hadirkan Layanan Keuangan Hingga ke Pelosok Negeri

Berita Terbaru