EKONOMINEWS.COM – Center of Energy and Resources Indonesia (CERI) menyoroti dugaan skandal tindak pidana korupsi manipulasi kredit Sunprima Nusantara Pembiayaan (SNP) Finance.
Nama Direktur Utama BNI Royke Tumilaar ikut disebut karena kala itu, dia menjabat sebagai Managing Director Treasure, Financial Institutions & Special Asset Management Bank Mandiri sekitar tahun 2015 silam.
Terkait hal tersebut, CERI menyebut negara ditaksir berpotensi menderita kerugian hingga Rp 1,5 triliun.
Baca Juga:
Target Investasi Tahun 2025 Mencapai Sekitar Rp1.900 Triliun, Dorong Pertumbuhan Ekonomi Nasional
“CERI telah melayangkan konfirmasi resmi dan permohonan informasi pada 9 Maret 2023 siang, kepada Bapak Royke Tumilaar dan Sekretaris Perusahaan Bank Mandiri Rudi As Aturridha.”
Baca konten dengan topik ini, di sini: Kementerian BUMN Belum Tanggapi CERI Soal Skandal Keuangan Sunprima Nusantara Pembiayaan
“Namun, hingga siaran pers ini kami tayangkan, belum ada keterangan resmi,” ungkap Sekretaris Center of Energy and Resources Indonesia (CERI), Hengki Seprihadi.
“Pada Kamis petang, Royke sempat menghubungi CERI. Tapi setelah dihubungi kembali, belum ada respon,” imbuhnya, Kamis (9/3/2024) lewat siaran pers yang diterima media ini.
Sebelumnya, dugaan tipikor tersebut juga pada 26 Januari 2023 lalu dilaporkan oleh Dewan Pimpinan Pusat Lembaga Monitoring Penegakan Hukum Indonesia (MPHI) ke KPK.
Baca Juga:
Siap Dukung Sinergi Swasembada Pangan, Kepala Badan Pangan Nasional Hadiri Rakor Kemenko Pangan
Hengki menjelaskan, diduga telah terjadi tindak pidana korupsi, koorporasi, pemberian kredit fikif dan rekayasa pembukuan laporan keuangan kepada PT Columbia oleh Bank Mandiri.
“Analis diduga tidak melakukan kros cek data perdagangan sehingga keabsahan data pengajuan kredit Sunprima Nusantara Pembiayaan Finance (SNP) dimanipulasi sehingga mengakibatkan kerugian negara Rp 1,5 Triliun,” ungkap Hengki.
“Analis kredit kala itu juga diduga tidak terlebih dahulu melakukan kros cek data perdagangan ke PT Columbia untuk melihat data pengajuan kredit Sun Prima Nusantara Pembiayaan,” imbuhnya.
“Padahal Sunpyrima Nusantara Pembiayaan Finance (multi finance) merupakan bagian dari usaha Columbia sebagai penyokong pembelian barang”
Baca Juga:
Daftar Lengkap Semua Kementerian Kabinet Merah Putih Berdasarkan Perpres Nomor 139 Tahun 2024
“Dengan sumber pendanaan dari perbankan dan surat utang dan merupakan toko ritel yang menyediakan pembelian barang rumah tangga secara kredit atau cicil,” ungkapnya.
Seiring dengan turunnya bisnis toko Columbia, lanjut Hengki, kredit perbankan tersebut mengalami permasalahan dan menjadi NPL.
Salah satu tindakan yang dilakukan oleh SNP Finance untuk mengatasi kredit bermasalah tersebut adalah melalui penerbitan MTN (Medium Term Notes)
Atau gagal bayar bunga yang diperingkat Pefindo sebagai lembaga rating berdasarkan laporan keuangan yang diaudit oleh KAP Deloitte. Penerbitan MTN tidak melalui proses di OJK.
MTN adalah perjanjian yang bersifat privat namun memerlukan pemeringkatan karena dapat di perjual belikan.
“Saat terjadi permasalahan SNP finance mengajukan penundaan kewajiban pembayaran utang PKPU terhadap kewajibannya.”
“Sementara peringkat efek SNP Finance periode Desember 2015 – 201 idA/stable. Pada tahun 2018 peringkat itu turun lagi menjadi idSD (Selektif Default),” ungkap Hengki lagi.
PT SNP menurut Hengki juga diduga telah melakukan pemalsuan dokumen, penggelapan, penipuan dan pencucian uang dengan modus menambahkan, menggandakan dan menggunakan daftar piutang fiktif.
“Dua akuntan publik yang mengaudit laporan keuangan PT Sunprima Nusantara Pembiayaan yaitu Akuntan Publik Marlinna dan Merlyana Syamsul diduga melanggar standar Audit Profesional,” ungkap Hengki.
Diketahui, analis juga tetap mengajukan usulan NAK tanggal 20 April 2015 pemberian kredit modal kerja sebesar Rp 400 Miliar dengan menerbitkan kolektibilitas Sunprima Nusantara Pembiayaan seolah-olah lancar meskipun tidak mampu bayar pokok dan bunga.
Selain itu, beber Hengki lagi, Bisnis Unit memanipulasi laporan keuangan kolektibilitas lancar Sunprima Nusantara Pembiayaan.
Pada tanggal 17 April 2015 Komite Kredit kedua atas rekomendasi komite kredit pertama menyetujui pemberian fasilitas Kredit Modal Kerja sebesar Rp 400 Miliar itu.
Lalu VP Commercial Banking Jakarta Tamrin menerbitkan SPPK KMK pada tanggal 8 Juni 2015 sebesar Rp 400 Miliar.
Portal berita ini menerima konten video dengan durasi maksimal 30 detik (ukuran dan format video untuk plaftform Youtube atau Dailymotion) dengan teks narasi maksimal 15 paragraf. Kirim lewat WA Center: 085315557788.
“Lantas Bank Mandiri bersekongkol dengan Sunprima Nusantara Pembiayaan Finance untuk mengulur waktu penyelesaian masalah kemampuan bayar yang telah terjadi dengan maksud ada pihak lain yang membantu pendanaan,” ungkap Hengki.
“Alasan restruktur bulan September 2016 karena ada perbedaan Data CAPS dan BDS walau sejak bulan April 2015 Sunprima tidak mampu menjalankan ke wajibannya.”
“Sehingga hasil restrukturisasi bulan Deptember 2016 Sunprima tidak membayar angsuran KMK ke bank Mandiri.”
“Tapi memindahkan dana Rp 963,68 Miliar ke rekening perusahaan afiliasi sdr Leo Chandra, PT MDS.”
“Pejabat pengambil keputusan waktu itu adalah Bapak Roycke Tumilaar,” ungkap Hengki.***